Jelajah Budaya 2023 - Tiga Hari Susur Sungai Mahakam (BAGIAN 2)

jelajah budaya 2023

Sebelumnya (PART 1) : JELAJAH BUDAYA 2023 - HARI PERTAMA


 Masih di Muara Kaman ...

H A R I   K E D U A


Pagi yang indah di Muara Kaman. Setelah semalam berhasil menuntaskan penat. Perjalanan selanjutnya dilakukan setelah sarapan. Sebuah mobil dengan bak terbuka bersiap mengangkut rombongan menuju lokasi cagar budaya Situs Kerajaan Kutai Mulawarman Ing Martadipura. Jaraknya hanya dua menit berkendara dari monumen perjuangan Muara Kaman. Situs ini merupakan penemuan penting sejarah Kerajaan Kutai Hindu pertama dimulai. Kerajaan Kutai di Muara Kaman ini berbeda dengan di Tenggarong

jelajah budaya 2023


Kerajaan Kutai Martadipura berbeda dengan Kutai Kartanegara.

Kerajaan Kutai Martadipura (lainnya tertulis Martapura) didirikan oleh Kundungga, dilanjutkan anaknya Maharaja Asmawarman, lalu Mulawarman. Pada masa Mulawarman inilah, terjadi puncak kejayaan. Agama yang dianut adalah Hindu dengan corak India. Kerajaan Kutai Martapura didirikan pada tahun 400 M hingga 1635 M. Pemerintahan berada di Muara Kaman. Penemuan penting adalah prasasti Yupa, beraksara pallawa.

Sedangkan Kutai Kartanegara, didirikan oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti. Agama yang dianut mula-mula adalah Hindu bercorak lokal (1300 -1575), kemudian berganti Islam di era kesultanan (1575 – dan seterusnya). Kerajaan Kutai Kartanegara didirikan pada 1300 M, dan berakhir pada tahun 1960. Pusat pemerintahan berganti-ganti dari Jaitan Layar (Kutai Lama), Tepian Batu (Kutai Lama), Pemarangan (Jembayan), dan terakhir di Tenggarong. Silsilah raja tertulis pada Kitab Salasilah Kutai dengan aksara arab-melayu.

jelajah budaya 2023

Di dalam rumah panggung kayu nan elok, kami bisa melihat replika prasasti Yupa yang dibuat serupa dengan aslinya. Prasasti Yupa merupakan penemuan penting yang menandai lahirnya kerajaan Hindu pertama di Nusantara. Prasasti Yupa berupa 7 batu besar yang ditulis dalam aksara Pallawa yang berasal dari India Selatan dalam bahasa Sanskerta. Prasasti Yupa yang asli saat ini berada di Museum Nasional, Jakarta. Prasasti ini bercerita tentang silsilah Kerajaan Kutai pertama sampai dengan beberapa raja-raja setelahnya. Disebutkan Raja Mulawarman adalah raja yang berperadaban baik, yang telah menderma 20.000 ekor sapi.

jelajah budaya 2023

Selain replika Prasasti Yupa, di rumah panggung itu juga terlihat penemuan pecahan gerabah dan guci . Menurut Kepala Desa Muara Kaman, kemungkinan masih banyak penemuan-penemuan bersejarah lain di Muara Kaman, mengingat wilayah ini dahulunya menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Kutai pertama kali. Sempat menjadi pertanyaan, di mana letak bangunan fisik kerajaan tersebut? Pihak dari BPK menyebut, kemungkinan pada masa dahulu bangunan dibuat dari kayu, sehingga telah mengalami kerusakan. Kemungkinan kedua, adanya bencana. 

Menurut pihak setempat, rumah panggung ini bisa dibilang museum mini, yang sayangnya belum bisa banyak dikelola pihaknya karena tidak berada dalam ranah kerja. Dari cerita beliau, tiap tahun masih banyak umat Hindu yang berziarah ke tempat ini.

jelajah budaya 2023

Di belakang rumah panggung tersebut, terdapat situs Lesong Batu, yang telah dipagari dan diberi atap. Lesong Batu ini serupa dengan Yupa, namun tanpa aksara satu pun (niraksara).

“Kalau batu tertulis bisa disebut prasasti. Tapi, kalau batunya tidak bertulis disebut lesong,” jelas seorang panitia BPK.

Lesong Batu yang beratnya diperkirakan 1 ton, dan panjang 2,5 meter itu terlihat berbaring dengan sekelilingnya disemen agak tinggi, agar tidak dapat digerakkan. Menurut pemandu yang juga warga sekitar, dahulu Jepang pernah membawa batu tersebut. Namun, di perjalanan terjadi ombak besar dan batu itu pun tenggelam. Esoknya, batu berada di tepi sungai. Beberapa waktu kemudian, batu tersebut mendekati area asalnya. Oleh warga, batu itu dikembalikan ke tempatnya semula.

jelajah budaya 2023

Di sekitar Lesong Batu terdapat beberapa makam yang telah dirapikan. Ada makam yang beraksara arab, namun kebanyakan sulit diketahui identitasnya. 

jelajah budaya 2023

Makin ke belakang, sedikit memasuki hutan, rupanya terdapat gerbang menuju sungai. Diprediksi bahwa kemungkinan dahulunya, sungai itu adalah pintu masuk menuju kerajaan, karena manusia dahulu menggunakan sungai sebagai jalur transportasi. Sehingga dibuatkan gerbang oleh orang sekitar sebagai pengingat.

jelajah budaya 2023

Sungai dan lagi-lagi sungai. Terbukti bahwa sungai adalah saksi berkembangnya peradaban. Seandainya saja sungai bisa bertutur.

Setelah dari Muara Kaman yang bersejarah, kami kembali melanjutkan perjalanan dengan kapal menuju lokasi terakhir. Duduk di atas kapal menatap Sungai Mahakam membawa pada perenungan tentang masa silam. Beruntung embusan angin membuat  perenungan makin rileks. 

DESA PELA, KEC. KOTA BANGUN
(KAB. KUTAI KARTANEGARA)

Masih melawan arus menuju hulu, lokasi terakhir adalah Desa Pela. Di perjalanan, telah hadir bintang tamu Alif Fakod, musisi sape dari KalTim yang pernah mengikuti Indonesia Got Talent 2022. Dalam bincang-bincang di atas kapal, Alif memperlihatkan kemampuannya bermain sape. Musik sape merupakan khas dari Suku Dayak, yang terdengar sangat lembut. Alif telah banyak mengcover lagu-lagu dari petikan sape-nya. Alunan musik sape dari Alif Fakod bisa dilihat di channel Youtube-nya dan Instagram @alif_fakod

*
Pukul 12.44, kapal bersandar di dermaga yang bertuliskan “Kukar Idaman”. Beberapa meter setelah turun dari kapal, terbaca tulisan “Selamat Datang di Desa Pela Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara”. Beberapa mahasiswa KKN turut menyambut para peserta Jelajah Budaya 2023 dan mengarahkan ke kantor desa, di mana Kepala Desa telah menyambut.

jelajah budaya 2023

Kepala Desa menyebutkan, Desa Pela ini telah ditetapkan sebagai desa wisata oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno. Desa Pela juga menjadi rumah konservasi pesut mahakam, mamalia air yang makin langka. Banyak peneliti serta peliput datang ke desa ini. Desa Pela merupakan perkampungan pesisir dengan rumah-rumah penduduk seluruhnya berada di tepi jalur kayu (jembatan poros kayu ulin panjang). Selain itu, keunikan lain Desa Pela adalah satu-satunya desa Kec. Kota Bangun yang didominasi etnis Banjar, sementara semua desa lain beretnis Kutai. Tentang ini, disebutkan dalam sambutan.

“Kalau kami ketemu orang Banjar asli, katanya kami bukan Banjar, ini Kutai. Nah, orang Kutai juga bilang, kami ini (Pela) bukan Kutai, ini Banjar,” terang Pak Kepala Desa.

Ini terjadi karena logat yang digunakan masyarakat Desa Pela terdengar logat Banjar, namun jika jeli, sebenarnya adalah berbahasa campuran Kutai, dengan beberapa perbedaan dari bahasa Kutai.

Selanjutnya kami diminta untuk beristirahat sejenak di rumah yang sudah disiapkan. Nanti sore, peserta akan dibawa ke Danau Semayang untuk melihat pesut, jika beruntung.


Tanjung Repeh, Hingga Pentas di Pela

Sejak awal, peserta sudah diberitahu akan menuju Danau Semayang untuk melihat pesut. Maka, berangkatlah kami menggunakan kapal kayu yang lebih kecil, yang biasa disebut warga sebagai feri. Kapal ini lebih besar dari kapal nelayan, tapi lebih kecil dari kapal kami sebelumnya, bertingkat, dan tidak terlalu oleng saat dinaiki. Kapal sebelumnya memang tidak bisa masuk terus ke arah danau. Selain terjadi penyempitan, sungai juga kerap surut. Desa Pela memang indah. Dari kapal, terlihat rumah-rumah warga berderet panjang. Keadaan sungainya juga lebih bersih. Sejauh mata memandang malah hampir menyerupai lautan. Di kiri, nampak daratan bagaikan pulau. Putih berkilau tertimpa matahari, dengan hijaunya pepohonan di atasnya. Rupanya sudah banyak peserta berada di sana. Kapal kami pun mendekat ke daratan tersebut.

jelajah budaya 2023

Dari Pela hingga ke daratan ini, internet sangat stabil. Sehingga sangat mungkin untuk mengecek lokasi di google maps. Rupanya nama daratan ini adalah Tanjung Repeh. Google maps menunjukkan Danau Semayang masih cukup jauh dari titik lokasi kami. Tanjung Repeh ibarat pintu menuju danau. Kawasan daratan ini elok dan damai. Di pinggiran terdapat banyak ikan segar mati akibat gagal mencapai air. Ada pula jejak hewan yang masih baru. Mungkin semalam, atau sebelumnya sungai sempat menutup tanjung, sehingga tanah lebih lembek.

“Oh, mungkin itu jejak sapi dari hutan sana. Orang sini bilang lembus. Kalau kaki manusia kayaknya nggak mungkin ya,” prediksi seorang pria.

Sambil menunggu dan berharap kemunculan pesut, semua menikmati suasana dengan cara masing-masing. Ada yang berjalan-jalan menuju pepohonan rindang, mengambil foto dan video, ada pula yang berenang. Makin sore, pesut pun masih belum muncul, akhirnya banyak yang memanfaatkan waktu dengan bermain banana boat. Sementara seorang peserta bernama Widiya menjadi satu-satunya perempuan yang bermain papan dayung (paddling board). Selama hampir satu jam di atas air, Widiya berhasil berdiri dan duduk di atas papan tanpa jatuh, meski ini pertama kali baginya. Suasana makin senja, matahari terus mengecil dari pandangan. Rona merah langit yang berangsur gelap, mengabarkan ingin pamit diri. Waktu di Tanjung Repeh berakhir, tanpa satu pesut pun mau menyapa.

jelajah budaya 2023


Malam pertunjukan tiba. Di depan kantor desa diubah menjadi panggung. Warga desa sudah menyiapkan berbagai menu masakan yang sangat menggiurkan. Tentu saja, menu ikan sungainya menjadi incaran nomor satu. Tokoh desa, dan Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIV, sudah berada di lokasi untuk menyaksikan pertunjukan. Duet MC berbahasa Kutai membawakan acara dengan penuh semangat. Monolog dari Remyza Baihaqy menggelora bak pejuang. Pembacaan puisi dari Desma Syafitri membuka spirit di hati. Tak lupa, Alif Fakod kembali tampil membawakan lagu dengan alat musik sape. Beberapa mereka yang telah tampil di malam pertunjukan Muara Kaman, kembali tampil di Desa Pela. Sungguh, malam yang bersemangat di Desa Pela.

jelajah budaya 2023


HARI  KETIGA


Fajar terasa cepat menyingsing. Belum sempat berlama-lama tertegun dengan pendar pagi yang rupawan di Desa Pela, ketika tahu-tahu sang surya mau menyapa. Kami diminta untuk kembali ke kantor desa, untuk menikmati sarapan. Dari tempat menginap cukup jauh menuju kantor itu, tapi berjalan kaki di atas jembatan ulin ternyata tak terasa melelahkan. Beberapa orang lewat dengan sepeda biru, sepeda wisata di Desa Pela. Kapal-kapal nelayan terlihat bersandar di bibir sungai. Beberapa bersiap berangkat.


jelajah budaya 2023

Tiba di kantor desa, terlihat menu sarapan dalam barisan panjang. Aneka ikan sungai, juga terong sebagai lauk, dengan beberapa varian sayur dan sambal terpampang di meja. Nasi kuning iwak haruan (ikan gabus) khas orang Kalimantan juga disediakan. Minuman kopi, teh, dan roti potong bermentega, cocok untuk kudapan pembuka. Bubur ambul khas Desa Pela disajikan dalam piring-piring yang terpisah dari gula dan santannya. Ini adalah sarapan teristimewa selama 3 hari menjelajah. Tak perlu memilih mana yang harus disantap, karena semua bebas dinikmati.

Setelah sarapan, kami menjelajahi Desa Pela. Seyogianya ada agenda yang sudah disiapkan panitia. Namun, ini adalah hari terakhir. Ada yang memilih mengepak barang, ada pula yang masih ingin melepas lelah semalam. Bila sesuai jadwal, kami akan melihat pembuatan iwak rabuk (abon ikan), menjurai (proses pembuatan jala dengan tangan), juga pembuatan batik pesut. Tapi, kebanyakan dari kami hanya sempat membeli iwak karing (ikan asin). Ikan asin mudah ditemukan. Cukup memerhatikan rumah warga yang menjemur ikan, maka bisa ditanyakan apakah menjual atau tidak. Harga ikan asin bervariasi, yang tertinggi nilainya adalah ikan haruan. Tak perlu merogoh kocek terlalu dalam, karena harganya sesuai, dan pembeli bisa melakukan tawar-menawar harga. Jadilah para peserta membawa oleh-oleh ikan asin. Kami membungkus ikan asin berlapis-lapis agar aromanya tidak mengganggu. Beruntungnya berada di kapal terbuka, dengan angin bertiup cukup deras.

jelajah budaya 2023

jelajah budaya 2023

Desa Pela sebagai desa ramah lingkungan telah meraih penghargaan Kalpataru tingkat kabupaten pada 2022, dan Kalpataru tingkat provinsi pada 2023, dengan kategori penyelamat lingkungan. Pela juga menyabet peringkat ketiga nasional dalam ajang Anugrah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022.

jelajah budaya 2023

Masyarakatnya sangat berperan sebagai penjaga lingkungan, apalagi Pela merupakan habitat pesut Mahakam. Pesut atau irrawaddy dolphin (orcaella brevirostris) adalah mamalia air tawar yang serupa dengan lumba-lumba. Eksistensi hewan yang bernapas dengan paru-paru ini kian waktu kian berkurang. IUCN memasukkan pesut dalam daftar critically endangered (sangat terancam punah). Sementara berdasarkan CITES, pesut termasuk Appendix I (jenis yang tidak diperkenankan untuk diperdagangkan). 

Ketika menanyakan keberadaan pesut, apakah pernah mampir ke perkampungan, seorang warga menjawab, “Pernah. Kadang pas air pasang, atau pagi. Tapi ya begitu... jarang,” ucapnya menekankan kata ‘jarang’. 

Ketika hendak pergi dari Pela, tersirat juga rasa sedih tidak bisa bertemu pesut. Semoga saja kelak bisa bersua. Jangan punah ya.

jelajah budaya 2023

Untuk menuju Desa Pela selain jalur air, bisa dituju melalui jalur darat, dengan singgah dahulu di Kec. Kota Bangun, lalu mengambil feri yang menuju Desa Pela. Untuk penginapan, banyak homestay tersedia di Pela. Rencananya akan dibangun panggung budaya di Pela. Dengan demikian, pengunjung dapat menikmati aneka pilihan wisata yang tersedia.

*
Hari ketiga di kapal diisi dengan berbagi kesan selama perjalanan. Hari terakhir Jelajah Budaya 2023 menjadi hari yang menguatkan dan mengakrabkan para peserta. Makin lekat, malah harus berpisah. Jelajah Budaya yang diadakan Balai Pelestarian Kebudayaan memberikan wawasan terhadap budaya dan tradisi masyarakat yang mungkin belum banyak dikenal, juga perspektif tentang rasa hormat dan betapa beragamnya manusia. Setelah penutupan, banyak yang menghabiskan waktu dengan beristirahat di kapal hingga tiba kembali di Samarinda pada senja pukul 6 sore lebih beberapa menit.

Berburu waktu untuk tiba di rumah, melewati Jembatan Mahakam sembari memandang luasnya Sungai Mahakam yang berwarna kecokelatan. Sungai dengan warna kecokelatan ini telah menjadi denyut nadi zaman. Setiap alirannya membawa cerita. Entah cerita apa yang masih tersimpan di sungai ini. ***

jelajah budaya 2023


3 Komentar

Terimakasih telah membaca, silakan berkomentar yang baik. Mohon tidak menaruh link hidup, situs yang mengandung SARA, judi online, web scam dan phising, karena akan dihapus.

  1. Aku sampe Googling, ikan pesut seperti apa. Ternyata memang mirip lumba2 tapi pesut versi lebih ramping yaa 😅

    Sedih juga baca mereka makin sedikit Krn ulah aktifitas manusia yg ga bertanggung jawab 😔. Selalu suka dengan ikan dolphin, apalagi pesut ini mirip dengan lumba2 yg terkenal baik hati.

    Tadi melihat batu lesong nya aku takjub, bisa yaa itu batu balik lagi ke dekat asalnya setelah dibawa jepang. 😮. Terkadang memang kisah mistis banyak mempengaruhi hal2 di zaman lampau. Percaya ga percaya juga sih, apalagi dengan segala budaya dan ritual zaman dulu kan.

    BalasHapus
  2. Aku kalau ada di sana mau ikutan susur sungai. Yaampun bakal banyak wawasan dan melihat langsung dari asalnya itu sesuatu

    BalasHapus
  3. udah lama aku ga jelajah budaya, pengen juga :D

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama