Ibu, Spirit Perjalanan yang Ingin Berulang



Seumur hidupnya belum pernah terbang dengan pesawat.
Tahun itu, Ibu bepergian ke luar Kalimantan. Dengan penuh rasa syukur, pintu rezeki terbuka bagi saya dan suami untuk bisa membawa serta Ibu dan juga Acil (bhs. daerah untuk Tante – saudari Ibu) melancong ke Tanah Jawa. Kami berencana ke Malang. Ibu saya, belum pernah menginjakkan kaki ke Malang. Sudah beberapa kali beliau mengutarakan harapannya untuk bisa bertemu dengan Mama (mertua). Alhamdulillah, setelah berurusan dengaan sederet pekerjaan dan mendapatkan tiket pesawat, wilayah Nusantara lain bisa kami jelajahi.

Jadilah, saya super bahagia. Bergairah berbalut khawatir. Bagaimana kalau nanti Ibu lelah? Bagaimana kalau pesawat membuat Ibu cemas? Atau tidak cocok dengan udara Malang? Dan seterusnya.
Betapa mengejutkan, ternyata sepanjang perjalanan Ibu sangat antusias dan bergelora. Tidak mengalami kecemasan saat di pesawat, tidak mengeluh lelah, dan cocok dengan suasana Malang.
Semangat berkelananya itu menular kepada saya.
Malang, sudah sangat terkenal dengan beragam wisatanya. Kami sempat berpikir, Ibu mau diajak kemana ya? Entah karena terlalu banyak serta khawatir kalau Ibu tidak suka, pada akhirnya kami mengajak Ibu mengelilingi beberapa tempat di Malang dan mengunjungi pohon Apel Nusantara.

Tentu saja sebutannya apel Malang. Apel yang tumbuh di daerah Batu, Jawa Timur. Saya saja yang menyebutnya apel Nusantara. Karena meski Indonesia merupakan daerah tropis, dan apel cenderung memilih iklim sedang hingga subtropis, ternyata apel bisa tumbuh di negeri ini dengan penyesuaian dan menghasilkan jenis apel yang berbeda dari apel luar. Indah bukan negeri ini? Apa saja bisa tumbuh lho.
Dari beberapa bocoran informasi, wilayah Malang merupakan iklim yang sangat tepat untuk pertumbuhan apel, yang sukar dibudidayakan di daerah lain, terutama dataran rendah. Bahkan di beberapa daerah dataran tinggi di negeri ini, apelnya emoh numbuh lho.
Kini, siapa yang tidak mengenal apel Kota Batu?

Apel yang menjadi ciri khas Kota Batu.
Apel yang ini benar-benar dari batu

Kami pun berencana mengajak Ibu, Acil dan Mama pergi ke Agrowisata Kusuma, Kota Batu, untuk melihat tumbuhnya apel, memetik dan menikmati keramahan alam suasana Kota Batu.

Di bawah sinaran matahari, Kota Batu tidak terasa hangat. Jika pun ada, hanya tipis saja, beberapa gunung yang mengitarinya membuat kota ini berselimut dingin. Untuk bisa menjelajah Agrowisata Kusuma, cukup dengan membeli tiket yang sudah termasuk gratis petik apel dan stroberi serta menikmati jus apel di akhir perjalanan. Jangan salah, Agrowisata Kusuma tidak hanya menawarkan wisata apel, namun juga menyediakan keindahan kebun stroberi, kebun jeruk, taman bunga dan taman satwa. Maka, penjelajahan kami pun dimulai.

Dari kiri : Mama, Acil, Ibu, Saya

Pemandangan pepohonan apel yang berjejer langsung mengunggah kekaguman kami selaku pengunjung. Terlebih kami dari Kalimantan yang memang belum pernah melihat secara langsung pohon apel dan dahulu kala mengira apel hanyalah tumbuh di luar negeri. Tentang apel Malang yang terkenal itu, tentu saja kami pun mengira hanyalah mimpi bisa mengunjungi kota apel ini.


Kami juga bersyukur, kunjungan kami kala itu, buah-buah apel sedang ranumnya. Namun, sebelum pemandu tur mengizinkan kami memetik apel, terlebih dulu mata kami disuguhkan bunga-bunga yang sedang mekar. Di sisi lainnya terdapat hewan-hewan satwa yang berada di kandang dan diberi label untuk dapat mengetahui namanya.
Saat itu, Ibu saya terpukau dan lebih banyak berdecak kagum. Berbeda dengan Acil yang tampak sesekali lelah, spirit Ibu berkelana mengalirkan warna kebersamaan yang menyenangkan bagi Mama (mertua). Ibu tampak asyik mengamati satu persatu keunikan yang tidak pernah beliau lihat sebelumnya. Ini sungguh menyenangkan bagi saya, bisa menyenangkan Ibu dengan cara yang berbeda. Ibu juga antusias menyimak paparan pemandu setiapa kalimatnya. Menanyakan beberapa hal, dan mengangguk puas ketika terjawab. Saya kira, ada beberapa tipe turis yang tidak terlalu intens mendengarkan panduan dari pramuwisata. Tapi, Ibu menempatkan dirinya sebagai sosok yang menghargai jerih usaha si pemandu yang kebetulan masih muda. Oya, selain menanyakan daerah wisata penjelajahan apel ini, Ibu juga bertanya tentang diri si pemandu tur :apa masih sekolah, mengapa mau menjadi pemandu, cita-citanya apa, dan tidak lupa Ibu memberikan apel padanya. Bagi saya ini lucu, bukankah dia sudah sering makan apel? Tapi di sisi lain, saya merasa pemandu kami pun merasa dihargai. Bukan sebagai sosok petugas yang memberikan penjelasan lalu dimintai memotret pengunjung.

Ibu tengah memetik apel


Ibu dan Mama
Pada tahun-tahun sebelumnya, saya dan suami selalu menyempatkan diri ke Kota Batu. Namun, belum pernah memetik stroberi mungil ranum dan menggemaskan. Baru kali itu, saya dan Ibu berkesempatan memetik stroberi sendiri. Kebersamaan inilah yang selalu melekat di hati.
memetik stroberi bersama Ibu

Memetik stroberi harus menggunakan gunting
Usai menjelajahi Agrowisata, kami semua berkesempatan mencicipi jus apel pertanda lelah sekaligus akhir dari perjalanan.

Beberapa hari di Malang, tidak lupa bagi kami mencicipi keramahan warganya, berdiri di pematang sawah, menilik kerbau-kerbau milik warganya dan hal-hal yang akan sukar dicari di perkotaan. Penjelajahan tipis-tipis di Malang memberikan kami beberapa pengetahuan dan pengenalan di atas level yang lain. Maklum saja, di Balikpapan banyak sekali orang Malang. Arema bertebaran dimana-mana. Tapi, “itu tidak cukup mengenal seseorang sampai kau mengunjungi rumahnya”.Ketika berkunjung di Malang, kami baru tahu ada bahasa terbalik. Misalnya : Arek Malang menjadi kera ngalam. Rajin sekali bukan membalik-balikkan kata seperti itu?
 
Berkunjung ke kerabat
Ibu dan Mama berjalan-jalan di pasar Minggu

Lalu, setelah beberapa hari berada di Malang walaupun belum puas, Ibu dan Acil pergi untuk meninggalkan kami. Pulang ke Kalimantan? Tidak. Ibu dan Acil saya berkelana dengan kereta api –untuk pertama kalinya pula- ke Jawa Barat dan Jakarta. Waw.
Sementara saya dan suami masih ada urusan di Malang.
Naik kereta api untuk pertama kali.
Sejujurnya, saya sempat cemas melepas Ibu saya, Acil saya, orangtua saya, pergi ke daerah yang belum mereka kenal. Memang, mereka bertujuan ke rumah saudara. Tapi tetap saja, saya khawatir. Sebentar-sebentar menelpon dan minta dikabari.

Ketika bertemu lagi di Kalimantan, ternyata semangat Ibu bercerita luar biasa. Dari apa yang dilihatnya di kereta, apa yang terjadi selama perjalanan, dan kemana saja penjelajahan tipis yang Ibu lakukan.
Akhirnya Ibu mencicipi nyaris semua kendaraan yang tidak ditemukan di Kalimantan, baik kendaraan yang ditarik sapi atau kuda, bemo, becak (meski ini ada pula di Kalimantan) dan beberapa transportasi modern. Ibu saya, berhasil berpetualang di Tanah Jawa tanpa saya.

Semangat Ibu inilah yang ingin sekali saya ulang. Berharap sekali bisa mengajak Ibu kembali ke Tanah Jawa, bertemu dengan Mama (mertua) dan berkeliling kemana Ibu suka. Tak lupa mengajak  bapak turut serta. Sebuah impian dengan menghadiahi mereka Tiket Pesawat Garuda untuk kenyamanan bepergian. Itu mimpi traveling saya selanjutnya. Selagi orangtua saya masih sehat.
Tentang mencari tiket pesawat Garuda Indonesia bisa diserahkan kepada Skyscanner yang sering direkomendasikan oleh para traveller.
Skyscanner telah bekerja sama dengan maskapai penerbangan dan situs tiket penjualan pesawat terbang di seluruh dunia, Skyscanner menjadi situs pencarian travel global terkemuka, delapan belas situsnya telah tersebar di seluruh dunia.
Tiket Pesawat Garuda Indonesia via Skyscanner

Semoga saja ya, ini semua bisa terwujud.
Bisa menyenangkan orangtua dengan mengajak mereka bepergian, membuat saya pun senang. Mungkin kami tidak akan ke tempat wisata yang sama lagi. Karena masih banyak tempat-tempat indah eksotik lain yang belum dikunjungi.  Karena yang terpenting spirit perjalanannya tetap terus terpelihara. Semangat menjelajahi Nusantara demi mengenal, mensyukuri dan menjaganya.

Salam,
Lidha Maul
"Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh ID Corners dan Skyscanner"


15 Komentar

Terimakasih telah membaca, silakan berkomentar yang baik. Mohon tidak menaruh link hidup, situs yang mengandung SARA, judi online, web scam dan phising, karena akan dihapus.

  1. Mamas saya kuliah di Malang dan iyes, sering banget ngebolak-balik kata kaya Mas jadi Sam, Bojonegoro jadi Ojobonoreg dan ada juga yang khas, penggunaan kata Iyoih. Atau penekanan pada kata ue kaya ueenaak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya rajin sekali ya membalik-balikkan kata begitu

      Hapus
  2. Mba seruu.. aku mau ke Malang lagi bareng keluarga. Seneng ya bisa pergi sama ibu dan mama...

    BalasHapus
  3. jalan-jalan sama ibu emang paling menyenangkan karena bisa bikin memori bersama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya Koh, melihat orangtua senang itu menyenangkan

      Hapus
  4. Bahagia ya bisa lihat ibunya senang :)

    Kebayang bahagianya ibu jalan-jalan ke sana, petik buah, baik kendaraan yang macam-macam behh....senang senang senang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tentu saja, makanya pengen ngajak ibu jalan2 lagi :)

      Hapus
  5. Yang mbalik-mbalik kata langsung inget beauty vlogger ini Vindy. "Asli ngalam, rek!" Hahaha.

    Saling mendoakan ya kita Mba, aku juga pengeeen banget ngajak ibu jalan-jalan :)
    Semoga Allah mengijabah. Amin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Iya nyak, mari kita saling mendoakan

      Hapus
  6. Semoga bisa kembali mengajak ibu dan bapak ke Malang ya,Mbak :)

    BalasHapus
  7. Senangnya bisa membuat ibu bahagia
    Kebersamaan spt ini yang selalu dirindukan ya mba


    BalasHapus
  8. Jadi ingat masa kecil di Siantar dulu juga punya bahasa prokem.
    Hihihi, iya kog rajin sekali ya.
    Misalnya bilang tangan tapatangan, kaki, kaparikki, ya ampyuuun...
    Tapi seru, jadi ada memori, gitu.
    Bisa jadi bahan cerita, bahkan untuk komen di blog, seperti saat ini misalnya, memori terbang kembali.

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama