GENERASI BBM RAMAH LINGKUNGAN WUJUDKAN LANGIT BIRU

"Kenapa aku harus belajar untuk masa depan yang mungkin tidak ada lagi, ketika tidak ada satu orang pun yang bergerak untuk menyelamatkan masa depan?" ucap Greta Thunberg yang diperdengarkan di Polandia pada UN Climate Change Conference, 2018. Bagi para pecinta lingkungan, sulit untuk tidak mengetahui siapa Greta Thunberg, gadis muda aktivis lingkungan yang kata-katanya menggetarkan para pemimpin dunia di KTT Perubahan Iklim PBB.
"Kalian telah mencuri impian dan masa kecil saya dengan kata-kata kosong kalian," ujarnya. Sebagian dari kita akan berpikir betapa beraninya Greta mengucapkan kalimat itu, sebagian lagi yakin bahwa ucapan itu sangat tepat untuk menohok janji-janji indah para pemimpin tentang masa depan, sementara masa yang kita hadapi saat ini masa di mana perubahan iklim terjadi, kerusakan lingkungan, virus beredar, dan masa di mana kita menyongsong musibah dan bencana-bencana alam. Jadi, masa depan seperti apa kelak yang didapat saat generasi baru terlahir?

Untuk masa depan pula, penanganan perubahan iklim harus ditempuh dari berbagai sektor. Dari sektor energi dan transportasi ditempuh pemerintah Indonesia untuk ditangani lewat program bernama Langit Biru, sejak tahun 1996. Sayangnya, program ini terasa maju-mundur, tarik-ulur, sehingga hasil yang didapat pada hari ini masih belum signifikan. Inilah yang disampaikan Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi pada Diskusi Publik yang saya ikuti dengan tema : Mendorong Penggunaan BBM Ramah Lingkungan Guna Mewujudkan Program Langit Biru pada 10 Maret 2021. Diskusi publik yang menyoroti Program Langit Biru dan bagaimana mewujudkan penggunaan BBM ramah lingkungan bersama segenap elemen masyarakat turut pula menghadirkan pihak-pihak terkait yang berasal dari Kota Pontianak, Samarinda, Balikpapan, Gorontalo, Kendari dan Kabupaten Kotawaringin Timur, bersama para influencer dari daerah terkait, dan penyanyi Ibu Kota Nugie, serta KBR dan YLKI sebagai penyelenggara acara.



INDAHNYA LANGIT BIRU,
MENGHIRUP UDARA TANPA RAGU

Sebenarnya pencanangan Program Langit Biru sudah dimulai sejak tahun 1996, tepatnya di Semarang oleh Menteri Lingkungan Hidup. Program Langit Biru adalah upaya mengurangi pencemaran udara khususnya yang berasal dari pemakaian energi bahan bakar baik dari sumber bergerak (kendaraan) maupun sumber tidak bergerak (industri).

Berdasarkan standar emisi Euro (standar yang digunakan negara Eropa untuk kualitas udara). Semakin tinggi standar Euro yang ditetapkan maka semakin kecil batas kandungan gas karbon dioksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, volatil hidrokarbon, dan partikel lain yang berdampak negatif pada manusia dan alam. Dalam Permen LHK No. 20 Tahun 2017, standar Euro yang dipakai di Indonesia adalah standar emisi Euro IV, di mana kandungan nitrogen oksida pada kendaraan berbahan bakar bensin tidak boleh lebih dari 80 mg/km, 250 mg/km untuk mesin diesel, dan 25 mg/km untuk diesel particulate matter. Sementara untuk kandungan RON  (research octane number) dalam BBM minimal 91 (minimal pertalite), namun bila mengikuti standar Euro IV maka BBM ramah lingkungan yang dimaksud lebih mengarah ke pertamax turbo (RON 98).

sumber : Gaikindo

Nilai Oktan BBM :
Premium : RON 88
Pertalite : RON 90
Pertamax : RON 92
Pertamax Turbo : RON 98
Pertamax Racing : RON 100
(sumber : Pertamina)
sedikit perbedaan BBM dengan RON 88 dan BBM dengan RON 92

BBM sebagai komoditi utama kendaraan tentu mendapat sorotan penting dalam Program Langit Biru. Sampai hari ini, BBM yang tidak ramah lingkungan telah menjadi momok terbesar sebagai penyumbang polutan. Gerakan BBM ramah lingkungan merupakan wujud kesadaran dan partisipasi segenap pihak dalam menangani penurunan emisi gas buang.

 

PROGRAM LANGIT BIRU,
PROGRAM PEMERINTAH YANG MESTI TERUS DIKETUK

Data dari The Global Burden of Disease Study (GBD) menyebutkan 18% kematian di dunia sepanjang 2018 disebabkan polusi udara atau emisi yang berasal dari energi fosil. Sudah 25 tahun program ini didengungkan, namun hasil yang diharapkan belum tampak nyata. Menurut Tulus Abadi, pemerintah tampak maju-mundur menjalankan program Langit Biru. Hingga kini BBM non-ramah lingkungan masih disediakan dan menjadi incaran masyarakat.

Tulus Abadi, YLKI (kanan)

Hal sulit lain yakni masih mendominasinya bahan bakar berbasis energi fosil di sektor-sektor penghasil energi seperti pembangkit listrik. Penerapan program ini seyogianya mesti ditekan dari hulu ke hilir. Tidak hanya lapisan masyarakat, namun juga dari industri-industri rumah kaca, dan pemerintah sendiri. Maklumat Langit Biru di Indonesia, sebenarnya juga menjadi maklumat yang didengungkan di dunia lewat Protokol Paris yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 2015, dengan tujuan mereduksi gas karbon demi menanggulangi kerusakan alam saat ini. Saat ini setidaknya masih ada 7 negara yang masih menggunakan BBM beroktan rendah atau RON 88 alias premium, yakni : Bangladesh,  Kolombia, Ukraina, Mesir, Mongolia, Uzbekistan, dan Indonesia. Ini artinya, hanya Indonesia negara di ASEAN yang masih menjual BBM non-ramah lingkungan dan artinya hampir semua negara sudah menggunakan BBM ramah lingkungan sesuai standar EURO IV, hingga EURO V dan EURO VI. 

Berdasarkan Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017, yang menyebutkan mesin bensin mengonsumsi BBM dengan RON minimal 91, kandungan timbal (Pb) minimum tidak terdeteksi, dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm, agar sesuai standar Euro IV, maka Tulus Abadi sempat memberikan solusi bagi Pertamina agar BBM Pertalite di-upgrade sedikit untuk RON minimal 91. Sedangkan untuk sulfurnya sangat tinggi, mencapai 500ppm, jauh dari rekomendasi Permen di atas.


KLHK DAN PROGRAM LANGIT BIRU

Saya mengetahui program Langit Biru dari beberapa tahun lalu, namun menyimak obrolan dengan Pak Tulus membuat pertanyaan-pertanyaan lama saya kembali membuka. Dukungan atas program ini sudah banyak dilakukan oleh masyarakat, termasuk diri pribadi. Hanya saja, dua puluh lima tahun memang bukan waktu yang sebentar. Bagaimana peran pemerintah membangun kesadaran dan menindaklanjut program menjadi pertanyaan besar.

Ibu Ratna Kartikasari, Kepala Sub Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Bergerak KLHK selaku pihak pemerintah menanggapi kenyataan tentang bagaimana Program Langit Biru berjalan di lapangan. Sosialisasi dari KLHK selain dari Permen dan kebijakan, sudah lama digemakan ke masyarakat lewat kanal-kanal resmi KLHK dan kampanyenya.

Ratna Kartikasari (kanan)

Ratna Kartikasari mengakui bahwa upaya itu masih belum segencar dengan apa yang dilakukan YLKI, selaku pihak non-government. Sehingga KLHK menyambut antusias publik dan ketukan pintu. KLHK telah mengedukasi masyarakat dan industri otomotif agar sejak 2018 menyiapkan kendaraan yang bermesin BBM sesuai teknologi EURO IV. Untuk penggunaan BBM ini yang paling sesuai adalah Pertamax Turbo dengan kadar RON 98. Bicara tentang industri otomotif yang tak lepas dari tantangan Program Langit Biru, terdapat kebijakan yang mengharuskan industri otomotif memproduksi dua jenis tipe kendaraan, yakni kendaraan sesuai standar teknologi EURO II dan kendaraan sesuai EURO VI (untuk ekspor). Ratna Kartikasari juga bicara dua syarat dari tiga belas kriteria bagi kendaraan tipe baru untuk bisa mendapatkan sertifikat uji tipe. Dua kriteria yang menjadi kewenangan KLHK tersebut adalah kriteria uji kebisingan dan kriteria uji emisi. Khusus yang menjadi kriteria uji emisi inilah yang harus berlandaskan Permen LHK No. 20 Th. 2017.

KLHK sudah meluncurkan aplikasi ISPU : Indeks Standar Pencemaran Udara, yang bisa diunduh oleh pengguna android (masih android). Lewat aplikasi ini bisa dicek kualitas udara, nilai kelembaban, tekanan udara, suhu dan grafik parameternya. Pengguna juga bisa memantau kondisi udara di kota lain yang telah terkoneksi dengan pemantau kualitas udara di daerah tersebut. Setidaknya kini sudah ada 39 stasiun pemantau kualitas udara dan 11 sedang tahap pembangunan.

 

REGULASI DAN DAMPAK POLUSI

Setiap kebijakan pada dasarnya akan memiliki dua dampak : diterima dan ditolak, dilaksanakan dan diabaikan, diyakini dan dibantah, meski itu kebijakan tepat dan baik sekali pun. Saya mengapresiasi Program Langit Biru sejak lama, udara bersih adalah kebutuhan penting kehidupan. Apakah masyarakat sudah sedemikian paham tentang hal ini? Udara bersihnya iya, namun bagaimana dengan program Langit Biru-nya? Ini yang mestinya bisa terjawab dan terwujud selama 25 tahun berlalu. Bangkitnya kesadaran masyarakat, kesiapan beralih ke BBM ramah lingkungan, dan paling penting kemampuan pemerintah sebagai penyedia BBM, regulator, dan mengantisipasi hal-hal yang menyulitkan ketika kebijakan ditetapkan. Sehingga tidak ada pihak yang menjadi korban kebijakan.

Sebagai pihak regulator, pemerintahlah yang harus menjual BBM yang memenuhi standar kepentingan masyarakat luas. “Saat ini mendapatkan udara bersih bebas polusi adalah kepentingan masyarakat,” ucap Fabby Tumiwa, Direktur  Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR). Pada kota-kota besar, emisi gas buang kendaraan bermotor menyumbang hingga 70% - 78% sebagai polusi udara. Fakta yang tidak dapat diabaikan, udara yang kotor dan tercemar membuat kinerja tubuh menurun dan biaya kesehatan meningkat. Biaya kesehatan yang meningkat juga harus ditanggung oleh pemerintah lewat bantuan kesehatannya atau BPJS. Data di lapangan juga menyebutkan bahwa penyakit dan gangguan yang diakibatkan udara yang terkontaminasi telah mengalami peningkatan. Berdasarkan beberapa studi telah terjadi kerugian ekonomi hingga puluhan triliun terkait dampak kesehatan yang terjadi karena polusi udara.

Sesi diskusi dengan Fabby Tumiwa kali ini menambah perenungan panjang tentang betapa mahalnya BBM non-ramah lingkungan yang terasa murah.

Secara umum, orang akan memilih sesuatu yang lebih murah dikarenakan faktor ekonomi, kebiasaan, mindset dan memang belum terbangunnya kesadaran. Anda mungkin tahu lelucon tentang masyarakat Indonesia yang lebih suka motoran ke mana-mana dibanding jalan kaki, jarak ke warung yang hanya 100 meter mendingan naik motor daripada berjalan. Ini pula yang saya petik lewat perbincangan dengan Fabby Tumiwa sebagai ujung-ujung dari bensin murah. Sebagai saran untuk pemerintah, hendaknya meningkatkan kualitas BBM yang tersedia, penerapan harga yang tepat, dan solusi agar konsumsi BBM menjadi minim, begitu ucapnya.

Bicara solusi agar konsumsi BBM dapat minim, Bu Ratna Kartikasari menyebut semakin tahun, telah tercipta sarana-prasarana yang menyokong solusi tersebut. Banyaknya pedestrian, jalur-jalur pesepeda, dan adanya sarana transportasi publik yang murah dan aman guna meminimalisir penggunaan BBM secara pribadi juga sudah disediakan pemerintah. Tinggal bagaimana membentuk mindset  di masyarakat.


PERAN PENTING PERTAMINA

Menjawab tantangan Program Langit Biru, Pertamina sebagai perusahaan pelat merah dan punya andil paling penting dalam program ini, sebenarnya telah memberikan harga khusus BBM pertalite di beberapa daerah sesuai analisa pendapatan daerah per kapita, daya beli masyarakat dan lain sebagainya. Harga yang diberikan terpaut tidak jauh dari premium, sehingga masyarakat pun tidak merasa kaget.

Mengutip pernyataan Deny Djukardi, dari Pertamina, cakupan wilayah program pertalite murah sebagai bagian dan Program Langit Biru Pertamina yang tadinya mendominasi daerah Jawa, Madura, Bali, per 7 Maret 2021 meluas ke wilayah-wilayah luar Jawa.

Baca : Menjunjung Langit Biru

Berdasarkan survei pribadi, sebenarnya sudah banyak teman-teman dan kerabat memilih produk BBM selain premium, meski bukan karena isu lingkungan melainkan kestabilan mesin kendaraan. Namun, mengapa Pertamina masih memberikan kesempatan pada BBM non-ramah lingkungan untuk beredar? Menurut Deny Djukardi, pihak Pertamina memberikan tahapan di lapangan. Sejalan dengan survei di ranah pribadi saya, hingga hari ini fakta menunjukkan bahwa banyak orang memilih meninggalkan premium. Ini artinya sudah banyak masyarakat yang merasakan kenyamanan BBM pertalite (ke atas).

“Kalah beli, menang pakai. Kita belinya lebih mahal, tapi jangka panjangnya lebih irit.
-- Deny Djukardi, Pertamina.
Deny Djukardi (narasumber)

 

MENJAGA LANGIT BIRU
BALIKPAPAN

Pembangunan di Indonesia kini telah menuju ke luar Jawa (tidak lagi Jawa-sentris), dan ini dapat dilihat dari upaya-upaya pemerintah melakukan pemerataan pembangunan di pulau-pulau lain. Pulau Kalimantan mendapat perhatian besar kali ini, apalagi setelah penetapan pemindahan ibu kota negara oleh Presiden RI. Mobilitas dinilai akan jauh meningkat, sehingga pergerakan BBM pun akan mengalami peningkatan.

Sebagai pintu gerbang dan kota penyangga (calon) IKN, serta pemilik bandara terbesar di KalTim dan pelabuhannya yang lintas pulau, Balikpapan mesti berbenah sejak dini dalam hal mobilitas. Saya yang lahir dan besar di kota yang sering dikira sebagai ibu kota propinsi Kalimantan Timur ini masih bisa menikmati indahnya langit biru hingga hari ini. Ketika kami tidak dapat menikmati langit biru, itu pertanda mendung. Tapi, saya menyadari, kian tahun kendaraan makin memenuhi kota ini. Sewaktu kecil, sulit bagi saya menemukan kemacetan kecuali di hari lebaran. Kini, kemacetan itu tak perlu menunggu hari besar.

Namun, saya masih bersyukur kota ini masih kondusif. Pihak pemerintah dan masyarakat bahu membahu menjaga, melestarikan kota yang masih berisi hutan alaminya ini. Bapak Tommy Alfianto, dari DLH Balikpapan menyebut adanya program aksi penurunan efek gas rumah kaca, yang sudah disusun sejak 2010. Data dari Pertamina menyebut bahwa masih ada 20% pengguna premium di Kota Balikpapan. Tommy menyampaikan bahwa dua puluh persen ini menjadi target pihaknya untuk ditekan. Pertamina sendiri menyiapkan diskon khusus bagi masyarakat untuk beralih ke pertalite, yang kemungkinan dimulai pada tahun ini.

langit biru di atas sebagian hutan Kota Balikpapan

Sementara itu, Agus Budi, Kepala Bappeda Litbang Balikpapan, menyebutkan bahwa Pemkot kota ini punya komitmen terhadap tiga kebijakan strategis : (1) mengintegrasikan gerakan penurunan emisi termasuk pengelolaan limbah, (2) menjaga kawasan lindung sebanyak 52% dari total kawasan di Balikpapan dan hanya mengembangkan kawasan budi daya sebanyak 40% (3) memastikan Balikpapan sebagai daerah bebas tambang batubara, meski terdapat batu bara berkualitas baik di sini. Sebagai warga Balikpapan, saya mengakui tidak ada tambang batu bara di kota ini. Bicara tentang komitmen, tidak lepas dari implementasi, sampai kini Balikpapan sudah berupaya mengurangi berbagai sumber kerja polutan, termasuk mengelola TPA di kota ini.

Selain narasumber terkait dari Balikpapan dan Samarinda (KalTim), narasumber dari Pontianak, Kotawaringin, Gorontalo juga memberikan pemaparan menarik. Masing-masing daerah punya upaya mengurangi pencemaran udara.


INFLUENCER DAN BANGKITNYA KESADARAN GENERASI BBM RAMAH LINGKUNGAN

Diskusi publik ini semestinya membuat kita berbenah, tapi siapakah ‘kita’ di sini ? Selama kesadaran menjaga lingkungan masih terbatas pada sebagian pihak, maka kebersamaan ‘kita’ sebagai bangsa yang sadar akan lingkungan belum terpenuhi. Membangun kesadaran ini mesti diemban semua pihak, sampai lingkup terkecil sekali pun.

Di era digital, peran influencer tak pelak membawa dampak bagi para pengikutnya. Apa yang dilakukan, dikampanyekan, disuarakan influencer menjadi daya tarik para warga net. Artis dan penyanyi sekelas Nugie, menyuarakan lingkungan lewat karya-karyanya. Sumbangsihnya tak lepas dari pemahaman akan bahaya kerusakan alam serta tahu bersikap. Bagaimana dengan influencers lain ? Diskusi publik ini juga menghadirkan Rion Laode, penyanyi Indonesian Idol asal Kendari, vlogger dari Pontianak, Irfan Ghafur – si anak indie, komika dan selebgram asal Samarinda,  Rika Kornelisa - selebgram dari Kotawaringin Timur.

Nugie : musisi, pemerhati lingkungan

Irfan Ghafur : apa kabar semesta ?

Sebenarnya kesadaran milenial dengan pola hidup sehat, ramah lingkungan, minimalis dan eco-green terlihat membaik kian tahun. Namun mesti diakui juga, kebaikan ini belum meluas. Irfan Ghafur, komika asal Samarinda rupanya cukup mewakili suara rakyat nun jauh. Betapa pun BBM ramah lingkungan terasa keren, tapi saat mahal menjadi tidak bisa makan, karena masih banyak rakyat yang menggantungkan hidup di jalan, menjadi kuri,  ojek atau jualan sayur keliling. Suara-suara rakyat semacam ini patut diapresiasi, sehingga pemerintah bahu-membahu, bersanding rakyat menetapkan solusi, membangun kesadaran demi mengentaskan masalah yang sekiranya muncul. Seorang Irfan juga menyoroti isu lingkungan yang mungkin belum menjadi fokus kebanyakan penggiat konten, bisa saja karena pemahaman ramah lingkungan yang masih terbatas dan lazim, misal : bagaimana membuang sampah, mengolah sampah yang benar. Sementara isu besar dari lingkungan yang terkait dengan kebijakan masih sedikit mendapat sorotan dari para content creators. Hal senada juga nampak diakui Nugie.

Lalu bagaimana para content creators, artis dan influencers dapat menyuarakan Program Langit Biru, khususnya menjadi generasi BBM ramah lingkungan ? Ini bisa dilakukan dengan mengadopsi beberapa langkah berikut :

  1. Menjelaskan (lewat konten atau karyanya) kelebihan BBM ramah lingkungan dibanding BBM yang tidak ramah lingkungan dari sisi kebaikan kendaraan. Sumber otomotif menyebut tipe mesin kendaraan zaman sekarang sudah berjodoh kok dengan bbm beroktan tinggi.

  2. Membuat konten tentang kerusakan-kerusakan alam dan pencemaran udara yang bisa terjadi akibat penggunaan BBM non-ramah lingkungan.

  3. Menyesuaikan gaya bahasa karena tidak semua nyaman dengan istilah yang tidak familier, seperti RON, timbal, EURO IV, emisi. Ibu saya akan pusing dengan ragam kata itu, tapi beliau tahu bagaimana nasib manusia bila udara tercemar karena polusi kendaraan, tahu bahwa lebih baik banyak berjalan kaki selama jarak tempuh wajar, tahu kalau langit biru adalah langit yang sehat karena tidak adanya asap.

  4. Alternatif berkendara dan gaya hidup sehat. Para penggiat konten bisa membuat sajian informatif tentang gaya hidup minim berkendara, misal : bersepeda, jalan kaki. Atau konten dukungan terhadap trasportasi umum.



  5. Edukatif, menyenangkan. Bukan rahasia kalau masyarakat suka dengan konten yang menghibur. Di antara mereka ada prinsip : hidup ini sudah beban, jangan lagi ditambah persoalan. Di sini, peran influencer menjadi dinamis dan mengubah persoalan terlihat solutif adalah bentuk kreativitas abad ini.

Mewujudkan Langit Biru dengan mendukung BBM ramah lingkungan adalah upaya menjaga keberlangsungan bumi. Kita semua suka memandang langit biru bersih dengan gumpalan awan putih menawan bukan ? Di saat pandemi begini, di kota besar dengan mobilitas tinggi, langit biru tak malu-malu lagi menampakkan diri. Namun, pandemi bukan solusi. Kesadaran, kontinuitas dan mobilitas kitalah yang menentukan kita sebagai generasi BBM ramah lingkungan guna mewujudkan generasi langit biru.

***


1 Komentar

Terimakasih telah membaca, silakan berkomentar yang baik. Mohon tidak menaruh link hidup, situs yang mengandung SARA, judi online, web scam dan phising, karena akan dihapus.

  1. Bersyukur banget sama Pertamina yang mulai mengurangi ketersediaan Premium di Bekasi. Bahkan memberikan potongan harga khusus angkutan umum dan kendaraan bisnis untuk pembelian pertalite. Dan potongan ini berlaku di semua spbu serta tepat sasaran. Soalnya, langsung disortir sama petugas pengisi bbmnya. Kalau mobil pribadi minta potongan, enggak akan dikasih. Dan tegas kebanyakan petugasnya.

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama