Memahami 3 Kebutuhan Karyawan Agar Awet Bekerja


Sepertinya Pak Harun sudah benar-benar kelelahan. Begitu ia tiba di rumah, ia menyampaikan kabar bahwa hari itu juga dia tidak lagi bekerja. Jika saja Pak Harun hidup sendiri, dengan kenyamanan rumah tangga dan fasilitas di dalamnya, mungkin yah mungkin saja tidak akan ada frustasi melanda. Namun, dengan seorang istri yang sedang sakit dan dua bocah mereka yang lucu-lucunya, Pak Harun tampak benar merana.

Orang-orang mengira Pak Harun baru saja dipecat. Kenyataannya, tidak. Sama sekali tidak. Pak Harun lah sebenarnya yang mengundurkan diri. Berulang kali ia dihubungi pihak perusahaan kembali, sayangnya Pak Harun tidak berminat untuk kembali.

Bagi beberapa orang kisah Pak Harun terdengar aneh, "lha sudah hidup susah kok malah berhenti, wong perusahaannya ndak mutusi kok". Kisah Pak Harun ini sebenarnya dialami beberapa suami kawan dan famili, saya hanya merangkumnya menjadi satu. 


Pada beberapa kasus, banyak karyawan yang memberanikan diri berhenti bekerja. Ada banyak faktor sebenarnya, salah satunya merasa apa yang diberikan perusahaan kurang atau bahkan tidak sesuai. Jika hal ini dibalik alias dilihat dari sisi perusahaannya, banyak juga perusahaan yang merasa rugi kehilangan karyawan mereka. Meskipun para pelamar kerja ada dimana-dimana dan selalu siap bersaing, namun dari kasus yang pernah saya alami sendiri, tidak serta merta perusahaan merekrut orang baru. Selalu ada rentang waktu tertentu untuk mengambil pihak luar dan selalu ada pertimbangan. Apalagi kalau perusahaan ini adalah perusahaan besar. Bagaimana dengan perusahaan kecil? Sama saja. Karena nantinya ada biaya dan waktu yang terbuang saat rekrutmen.

Saya kemudian membayangkan bilamana karyawan yang berhenti ini adalah karyawan yang produktivitasnya tinggi, pekerja keras, ulet,dan sesuai dengan apa-apa yang diinginkan perusahaan tentunya perusahaan ini bisa sangat kehilangan sekali. Alih-alih menarik kembali, tapi tidak tahu dengan cara apa.

Ada beberapa faktor yang membuat karyawan nyaman bekerja di sebuah perusahaan. Ya, ada banyak sekali, tergantung apa yang menjadi motivasi karyawan itu bekerja. Bagi perusahaan besar maupun kecil, seorang Leader (bahkan rekanan) sekali pun sangat penting bagi mereka untuk memahami karyawan. Ibarat pasangan saja, keduanya saling melengkapi. Untuk memahami karyawan, setidaknya ada 3 hal yang dapat dijadikan pedoman:

1. Keinginan untuk Berkembang

Berkeinginan, mempunyai hasrat tertentu adalah alasan besar dibalik mengapa ia bekerja. Ada dari mereka yang bekerja karena hanya mencari pengalaman belaka. Ada yang ingin mendapatkan penghasilan tambahan saja, mungkin untuk biaya piknik (mengingat traveling sebagai salah satu trend saat ini) ada karyawan lama dan berharap akan pengangkatan, ada keinginan yang berkaitan dengan gender, ada yang berkaitan dengan kenyamanan hati, ada yang berkaitan dengan karakter seseorang. Keinginan ini berkaitan dengan interaksinya di dunia luar kerja, karena sebagai manusia ada kebutuhan untuk diakui dan melibatkan diri.

Memahami keinginan karyawan tentu tidak berarti menginyakan segala-nya. Suatu perusahaan pasti punya batasan. Tapi, cukup baik untuk menerima perbedaan hasrat bawahan dan memberikan ruang bagi mereka, hingga tidak berarti pula mematikan keinginan ini.

2. Kebutuhan Kenyamanan

Sama seperti keinginan, kebutuhan batin juga dapat berkaitan erat dengan karakter seseorang. Bahkan jika dipilah-pilah, sebagian keinginan timbul dari kepuasan batin seseorang.Tipe ‘organizer’ misalnya, akan sangat nyaman berada di ruangan yang rapi dengan segalanya sesuai secara visual. Lain lagi dengan tipe ‘helper’ ia tidak akan bermasalah bila dimintai tolong, bergerak kesana-kemari dan cenderung kurang nyaman bila pasif. Persoalan batin juga bisa terkait dengan gender, lingkungan di rumah asal, pendidikan, kemahiran personal.

Bagi perusahaan, terus saja melakukan komunikasi yang baik, dengan adanya questioner, diskusi, rapat, ruang bicara, coba untuk memahami apa-apa saja yang mampu menyamankan karyawan. Mereka yang tidak merasa nyaman, akan merusak suasana kerja. Ini dapat mengganggu produktivitas perusahaan.

Walau kebutuhan batin tiap pribadi berbeda, perusahaan tetap bisa menciptakan lingkungan yang kondusif bagi karyawannya.

3. Kebutuhan Dasar Karyawan

Berbeda dengan keinginan dan kebutuhan batin yang pada karyawan bisa berbeda, kebutuhan lahir bersifat sama. Setiap pribadi membutuhkan makan, berpakaian layak, penghasilan yang sejalan dengan prestasi, dan kebutuhan untuk mengembangkan diri.

Kebutuhan dalam berpakaian misalnya, mengizinkan perempuan berhijab dan memberi ruang gerak bagi mereka. Meski dulunya hal ini menimbulkan pro-kontra, di masa kini tidak bisa menjadi hal yang kontroversi lagi. Penyediaan mushola (ruang  ibadah) adalah kebutuhan bagi mereka untuk tetap taat.

Contoh lain, jam makan siang adalah suatu kepastian dalam rangkaian jam kerja. Betapa mengerikan suatu perusahaan yang tidak mengizinkan karyawannya memiliki jam makan, bahkan temuan saya ada perusahaan yang tidak mengizinkan karyawannya makan di dalam ruangan. Jam istirahat (jam makan) sebaiknya di luar. Tentu tiap perusahaan punya kebijakannya sendiri, namun alangkah baiknya bila menyediakan ruangan tertentu agar karyawan bisa bercengkerama saat jam makan. Bahkan ada perusahaan yang mampu memilah makanan mana yang masuk ke perut karyawannya. Perusahaan ini punya aturan dalam hal apa yang harus dikonsumsi karyawannya. Ya, perusahaan ini tentunya amat menjaga karyawan mereka yang sesungguhnya adalah aset berharga.

Cara lain untuk menjaga aset ini adalah pemberian asuransi kesehatan karyawan. Bila segenap karyawan sehat, maka perusahaan akan bergerak dinamis. Setidaknya ada dua hal mengapa kesehatan karyawan menjadi jaminan keberlangsungan perusahaan. Pertama, menekan biaya. Karyawan yang sering komplain, sering sakit bisa menguras keuangan perusahaan. Kedua, sehatnya fisik juga mewakili kesehatan pikiran. Disini karyawan menjadi lebih kreatif dan berdaya guna. Produk asuransi kesehatan karyawan ini bisa dipilih di futuready.com

Futuready adalah bagian dari AEGON, salah satu perusahaan Asuransi terbaik di dunia yang berbasis di Den Haag, Belanda. Futuready tidak membuat produk asuransi sendiri, melainkan menawarkan produk-produk asuransi terbaik dari berbagai perusahaan asuransi terkemuka dengan memuat informasi yang jujur, ringkas dan tidak memihak. Broker asuransi online pertama ini telah memegang lisensi resmi dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dengan nomor KEP-518/NB.1/2015 tanggal 18 Juni 2015.


Produk asuransinya dapat dipilih langsung di futuready.com dan dapat dibandingkan dengan berbagai perusahaan asuransi terkemuka di Indonesia.  Di Futuready, bisa memilih produk Asuransi kesehatan, Asuransi Kecelakaan dan Asuransi Perjalanan. Klaimnya mudah, bisa kapan saja dan dimana saja. 
Dengan memahami karyawan tentunya akan terlibat kerjasama yang baik dan berkesinambungan. Saat perusahaan sedang down karyawan tetap akan mau terlibat bersama. Perusahaan dan karyawan layaknya partner. Coba saja ingat ini, seorang (karyawan) yang merasa diapresiasi akan melakukan lebih dari apa yang diharapkan. Benar?

Atau ada yang ingin menambahkan 3 cara memahami karyawan berdasarkan versinya masing-masing?


Salam.

7 Komentar

Terimakasih telah membaca, silakan berkomentar yang baik. Mohon tidak menaruh link hidup, situs yang mengandung SARA, judi online, web scam dan phising, karena akan dihapus.

  1. Waaah andai perusahaan perusahaan itu awarn soal ini ya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. sebenarnya ada banyak perusahaan yang awarn kok mbak, yang tidak ingin kehilangan karyawan terbaik mereka. Karena ketika peduli dengan karyawan, artinya juga peduli tingkat lanjut perusahaan

      Hapus
  2. Ish 3 penjabaran itu ngena banget mba, tapi banyak perusahaan yang kurang jeli dengan kebutuhan2 karyawan dan bikin karyawannya cus pindah ketempat lain. Apalagi kalau asuransi perusahaannya ngga jelas & kurang menyejahterakan karyawannya.. ah jauh2 deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, itu mbak. Ada benarnya. Perusahaan, dalam hal ini leader-- yang begini ibarat ayah dan anak-anaknya yang adakalanya menjadikan dirinya (ayah) sebagai patokan. Sehingga sulit bagi karyawan berkembang, karena bagaimanapun karyawan pastinya berbeda-beda. Dan akhirnya menciptakan kebutuhan berdasar dirinya semata. Jadi, perusaan sudah merasa memenuhi, sementara karyawan tidak.

      Hapus
  3. Siiippp... Ntar kalau saya sudah menjadi penyedia lapangan kerja, saya akan membaca lagi tips ini.

    BalasHapus
  4. Masih banyak perusahaan perusahaan yang belum aware soal ini. Semoga kedepannya tidak ada pilah pilih atau hanya untuk karyawan golongan tertentu saja,

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama