Menyusuri Alam, Budaya dan Kuliner Wallacea di World Food Travel Day


Begini.

Saya tidak benar-benar bepergian sambil mencicipi kuliner Wallacea. Tidak selangkah pun dari kaki saya pernah mengunjungi daerah-daerah dan pulau-pulau di kawasan bertanda Wallacea tersebut. Hingga kini. Sedih.

Bagi Anda yang sama seperti saya, mungkin mengetahui Wallacea hanya dari buku-buku sekolah, televisi pada masanya dan kini, konten-konten. Anda mungkin pernah mendengar anoa dan babirusa. Hewan yang paling sering disandingkan dalam pelajaran mengenal Wallacea. Hewan-hewan eksotis ini tidak berciri kawasan timur dan juga barat. Mereka adalah mereka.

Adalah Alfred Russel Wallace (1823 - 1913), seorang ahli biologi, naturalis, antropolog asal Inggris yang melakukan perjalanan sekaligus penelitian di nusantara (1854-1862). Dalam perjalanannya di nusantara, Wallace menemukan kawasan yang berisi keeksotisan dan keberagaman hayati yang berbeda dari kawasan Kalimantan, Bali, dan sebelah barat. Kawasan ini kemudian ia sebut sebagai "The Wallace Line" alias garis imajiner Wallace atau garis khayal Wallace. Benar, garis ini  Wallace membuat sendiri garisnya. 
Alfred Russel Wallace
source : wikipedia 

Apa itu The Wallace Line ? Kawasan yang merupakan zona transisi antara Asia dan Australia yang meliputi Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Zona ini makin lama dikenal dengan zona Wallacea, yang menjadi surga kecil banyak penelitian berkat keunikannya. Alfred Russel Wallace yang juga menyandang pionir penggiat teori evolusi setara Charles Darwin telah mempublikasikan bukunya yang berjudul "The Malay Archipelago" sebagai hasil ekspedisi sekaligus hasil penelitiannya.


kawasan Wallacea ketika diarsir 

Nah. Sepercik informasi tadi semoga bisa Anda terima, khusus bagi Anda yang tidak mengenal, lupa dengan istilah Wallacea dan sama seperti saya, yang tidak pernah berkunjung ke kawasan tersebut. Sedih (lagi).


JELAJAH ALAM DAN KULINER WALLACEA
DI WORLD FOOD TRAVEL DAY


Tapi, sekali pun tidak berkelana ke kawasan Wallacea, saya tetap bisa menyusuri alam dan kulinernya lewat obrolan dan webinar : Jelajah Alam dan Kuliner Wallacea yang diadakan Omar Niode Foundation dan The Climate Reality. Webinar ini dilakukan pada 18 April 2021, bertepatan pada World Food Travel Day, sekaligus menyambut Hari Bumi (Earth Day) pada 22 April mendatang, dengan narasumber terpilih : Aris Prasetyo dari Harian Kompas, Fitria Chaerani dari Campa Tour, Muhammad Firdaus yang menyoroti pangan bijak nusantara, Meilati Batubara dari Nusa Indonesian Gastronomy.

Sebagai peserta webinar, saya juga diajak untuk mengenal kawasan Wallacea dari sudut pandang seorang jurnalis, serta bagaimana pergi ke daerah-daerah tersebut menurut guide tour yang kompeten di bidang ini. Menarik pula bagaimana membincangkan pangan berkelanjutan Wallacea, karena jelajah semestinya bisa membawa bekal ilmu sekembalinya, bahwa dalam setiap perjalanan banyak hal yang dapat direnungkan.

Webinar ini juga menghadirkan Erik Wolf dari World Food Travel Association sebagai pembuka acara. Dalam sambutannya, Erik menjelaskan bahwa World Food Travel Association, yang didirikannya pada tahun 2003 telah berkembang menjadi organisasi tertua dan terbesar di dunia. Sedangkan World Food Travel Day yang dirayakan setiap tanggal 18 April, adalah hari yang dirancang untuk merayakan budaya kuliner dunia dan kegembiraan kita bepergian untuk menikmati makanan dan minuman. “Kami memulai hari peringatan ini beberapa tahun yang lalu, yang kini menjadi sangat populer. Setiap tahun ada puluhan ribu posting yang diberi tagar, untuk merayakan hari itu di seluruh dunia.

Erik juga mengajak pelaku usaha maupun pelancong wisata kuliner dari seluruh dunia berpartisipasi dan berbagi cerita dan pengalaman mereka tentang kuliner. “Kami berharap dapat melihat kiriman Anda yang di tag ke @worldfoodtravelassn di instagram dan @worldfoodtravelassociation di facebook, dengan tagar #worldfoodtravelday. Kami akan dengan senang hati menyukai (like) dan membalas pesan Anda,” ajaknya

Mengakhiri sambutannya, Erik menyampaikan harapannya untuk dapat segera berkunjung kembali ke Indonesia untuk mencoba lagi makanan dan kopi Indonesia, selepas pandemi berakhir.
Erik Wolf dari World Food Travel Association

Mengapa tema webinar tentang Wallacea ini turut serta membahas kuliner? Karena kuliner memang tidak bisa dilepaskan dalam perjalanan. Dalam memperpanjang usia budaya, pangan lokal sangat menunjang kelestarian budaya di daerah tersebut. Kuliner juga membantu pertumbuhan alam, selama sumber perolehan, pengolahan dan cara konsumsinya tepat. Sedangkan, menurut World Food Travel Association, wisata kuliner dapat menambah manfaat ekonomi sebesar 25% untuk suatu destinasi.

Apa Anda siap jalan-jalan dan kulineran ke kawasan Wallacea bersama saya ?

Mari kita mulai.

UNIKNYA WALLACEA
SERPIHAN SURGA TIMUR DAN BARAT

Boleh dibilang keanekaragaman hayati di kawasan Wallacea tidak khas berciri timur, juga tidak khas serupa ke barat. Tetapi, keunikan ini juga bisa disebut campuran dari timur dan barat. Rasa Asia, iya – rasa Australia, ada. Ini disampaikan Aris Prasetyo, jurnalis yang melakukan ekspedisi di daerah-daerah seputar Wallacea. “Jika di Australian ada kanguru, hewan berkantung. Di zona Wallacea terdapat beruang kuskus yang juga berkantung. Hewan ini (beruang kuskus) tidak terdapat di kawasan lain kecuali di zona Wallacea,” ungkap Aris Prasetyo. Begitu pun dengan anoa. Hewan unik ini mirip sapi sekaligus kerbau, tetapi tidak bisa begitu saja disebut sapi atau kerbau. “Wallace (si orang Inggris) saja bingung ketika ia bertemu anoa pertama kali di Manado. Ini sapi atau kerbau ya?” lanjut Aris bercerita. Masih berdasar penuturan Aris, 15% dari 10.000 spesies tanaman di zona Wallacea adalah endemik, 127 dari 220 mamalianya endemik, sedangkan untuk burung lebih banyak lagi, sekitar 30% dari 700-an spesies merupakan hewan endemik. Kita tidak akan menemukan burung Bidadari Halmahera (semioptera wallacii) jika tidak di Halmahera. Kita tidak akan menemukan burung Maleo jika tidak di Sulawesi, dan komodo hanya ada di Pulau Komodo.

burung Bidadari Halmahera, masih misterius hingga kini
sumber foto : wikipedia

burung endemik dari Sulawesi dan tidak ditemukan di lain tempat.
sumber foto : Wikipedia

Bicara Wallacea bukan hanya tentang hewan dan tanamannya yang unik. Unsur budaya dan sejarahnya juga tak kalah menakjubkan. Homo florensiensis misalnya, penemuan di Liang Bua, Flores yang diklaim sebagai manusia purba kerdil ini berbeda dari penemuan fosil homo sapiens. Sampai sekarang homo florensiensis yang juga disebut manusia hobbit masih mengundang banyak misteri.

Liang Bua, tempat yang menjadi penemuan homo florensiensis
foto : wikipedia

" KEANEKARAGAMAN
ADALAH TAKDIR NUSANTARA "

Bagaimana dengan cerita pangan di zona Wallacea?

Aris mengutip pesan penting Paul Smith dari British Council bahwa Keragaman adalah takdir Nusantara. Bagi Aris, pesan ini begitu mendalam. Karena itu menurut Aris, menyeragamkannya dapat merusak kekayaan keanekaragamannya. Sebagai contoh, ironi kelaparan yang terjadi di Papua, di mana kelaparannya disebabkan tidak adanya beras, padahal ciri khas asli daerah sana tidak menjadikan beras/nasi sebagai makanan pokok. Karena keseragaman inilah, generasi anyarnya tidak terampil mengolah dan mengonsumsi makanan pokok mereka yang selain beras, sementara sumber pangan selain beras melimpah di kebun-kebun mereka.

Apa bahan pokok selain beras yang paling sering diolah penduduk di zona Wallacea?
Ada jagung, sorgum, sagu,juga jewawut. Sewaktu sekolah, saya mempelajari bahwa  tidak semua saudara-saudara kita di nusantara mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Saya tidak menyadari bahwa banyak hal berubah kini. Cerita tentang sagu mengantarkan kepada kisah Alfred Russel Wallace kembali pada tahun 1859. Dalam bukunya “The Malay Archipelago”, A.R Wallace dengan amat detail mengisahkan roti sagu yang ia konsumsi di Pulau Seram, mulai dari pengolahan hingga menjadi roti. Tidak tanggung-tanggung, Wallace membawa  empat potong roti sagu itu ke Inggris dan kini roti itu menjadi benda bersejarah yang tersimpan di Royal Botanical Garden, London.

cerita dari Aris : roti sagu

Bicara tradisi pangan dan pencegahan kelaparan, Aris juga menyebut tentang Uma Lengge yang ada di Bima. Dulunya, Uma Lengge merupakan lumbung pangan dalam kebudayaan Bima, yang kini menjadi cagar budaya. Uma Lengge yang mirip rumah tidak berdiri sendiri di antara perumahan warga. Berdasarkan riwayat budaya, orang-orang hanya berhak mengambil makanan di waktu tertentu di Uma Lengge, guna menjaga ketersediaan pangan dan kecukupan dalam mengonsumsi.

17 Macam Sambal di Bacan

Sebagai penutup kisah keanekaragaman Wallacea, Aris menceritakan kuliner yang ada di Pulau Bacan. Meski tidak banyak yang diceritakan tentang kulinernya, tapi ekspedisi  Aris bersama tim menyebutkan setidaknya ada 17 macam sambal dari Pulau Bacan, di Kepulauan Maluku. Menariknya, 17 sambal ini bukan hasil kreasi masa kini, melainkan menu tradisi sejak zaman lampau.

cerita dari Aris : menu di rumah penduduk Pulau Bacan


keanekaragaman pangan, ramainya selera nusantara

JELAJAH KE ZONA WALLACEA :
BUTUH PAKET HEMAT ?

Anda mungkin keberatan jika hanya disajikan keunikan Wallacea dalam bayangan. Bagi Anda pecinta travelling, tentu tidak akan khusuk jika hanya diberi gambaran. Keinginan untuk bertolak ke sana jelas menguat seiring banyaknya cerita indah.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana bepergian ke zona Wallacea (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Maluku dan banyak pulau lain di sekitarnya) ?

Jawaban ini kemudian dipaparkan oleh Fitria Chaerani, pemandu perjalanan dari Campa Tour. Karena daerah-daerah di zona Wallacea sangat banyak, maka beberapa tempat memang lebih mudah dituju. Sulawesi menjadi destinasi yang lebih mudah dituju, karena pesawat dan kapal ke pulau tersebut banyak tersedia. Beda cerita dengan daerah-daerah lain lebih ke timur, menuju dengan pesawat mungkin relatif mahal dan waktunya pun hanya tertentu. Fitria juga menyarankan untuk bepergian di waktu-waktu ‘aman’ saja. Misal dalam setahun biasanya ada bulan-bulan di mana ombak besar, maklum kawasan Wallacea memang lebih berdekatan dengan lautan.

Kak Fitria memberikan banyak wejangan sebelum melakukan perjalanan.

Kiat Sebelum Melakukan Perjalanan :

  1. Buat skala prioritas, mana yang menjadi kesukaan dan tujuan : wisata alam, budaya dan atau kah sejarah.
  2. Banyak membaca atau ikut di forum traveling.
  3. Pilih pemandu lokal untuk menemani.
  4. Buat perkiraan budget. Lakukan riset !
  5. Persiapkan hal yang tak terduga.

Menuju Alam, Budaya dan Sejarah.

Senada dengan cerita Aris, Fitria juga mengulang kembali pesona alam, budaya dan sejarah yang ada di kawasan Wallacea. Semakin banyak suguhan ceritanya, semakin saya terpikat. Apa yang menjadi daya tarik wisata di zona Wallacea ? Hampir semua, hahaha.

Ngobrolin tentang lautannya, ada laut yang mengelilingi Sulawesi dan pulau-pulau di lainnya yang kesemuanya punya daya tarik. Fitria menyebut bahwa setiap lautan itu punya pesona tersendiri. Ada lautan biru, laut yang terlihat hijau, laut dengan karang, laut dengan pantai putih bersih. Laut yang cocok untuk snorkeling, dengan pemandangan bawah laut yang memukau, ada pula laut yang cocok untuk memancing.


Anda mungkin tidak familier dengan ikan giru atau ikan badut, tapi bagaimana dengan ikan nemo dari film Finding Nemo? Dulu, banyak orang berpikir termasuk saya, ikan ini hanya bisa dijumpai di luar negeri. Nyatanya di lautan kepulauan Alor, ikan nemo atau disebut juga ikan anemonen hidup bebas bahagia dan dapat dijumpai, yang penting tidak diambil dan diperjualbelikan.

Berada di daratannya juga sama menakjubkan. Tanah Sumba yang eksotis membuat traveler seakan berkunjung ke alam lain. 

Belajar sejarah dan pra sejarah juga sangat memungkinkan di zona Wallacea. Selain cerita homo florensiensis dan Liang Bua dengan sejuta misterinya, penemuan lukisan prasejarah di gua-gua di Sulawesi tidak kalah mencengangkan.


Kebudayaan yang dihasilkan penduduk di zona Wallacea juga makin membuat kita menyadari betapa kayanya Indonesia. Banyaknya suku, bahasa dan kultur yang beragam akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan mengenal Indonesia dari sebuah garis tak kasatmata bernama Wallacea.

KULINER NIKMAT WALLACEA
dan
PANGAN BIJAK DALAM KULINER INDONESIA


Tidak lengkap perjalanan tanpa makanan. Bersama Meilati Batubara, saya diajak sedikit mengenal kuliner khas daerah-daerah zona Wallacea. Kebanyakan bahan masakannya diambil dari jagung, sagu, biji-bijian, kacang-kacangan, umbi, pisang, dan rempah yang melimpah. Sementara protein hewani bersumber dari ikan dan hasil laut yang mendominasi, setelah itu ada kepiting kenari. Daging hewan dulunya lebih banyak kerbau dan bukan sapi. Ada banyak olahan makanan dari jagung yang tersebar dari Sulawesi hingga Papua. Olahan pisang juga sering ditemukan dalam kuliner di zona Wallacea ini.

Mengapa mengangkat pangan lokal khususnya Wallacea ini menarik ? Karena bahan-bahan lokal tidak seharusnya menghilang dan tergantikan dengan selera luar. Wisata kuliner semestinya tetap bisa menjadikan menu-menu lokal sebagai sajian yang populer di kalangan pendatang.

sumber foto : Mei Batubara

Pembahasan tentang kuliner dan pangan ini menjadi menarik jika dikupas pula isu pangan berkelanjutan, serta apa dan bagaimana pangan bijak dalam kuliner, dari sudut pandang Moh. Firdaus. Senada dengan Aris Prasetyo, sajian materi Moh. Firdaus juga menyoroti keseragaman pangan. “Beras, kacang kedelai. Itu-itu aja,” ungkap Firdaus. Keseragaman pangan ini bisa memperlihatkan kesenjangan kesejahteraan, juga menurunnya imunitas tubuh. Karena yang disantap ‘itu-itu saja’, sama makanannya dengan yang lain, sementara varian sumber makanan di Indonesia khususnya di kawasan Wallacea ini berlimpah, yang berarti kekayaan keragaman nutrisinya juga berlimpah. Jadi, mengapa mesti impor?

“Beras, kacang kedelai. Itu-itu aja,” ungkap Firdaus.
Sementara sumber pangan lain melimpah.

Apa saja sumber daya pangan yang ada di Indonesia ?

Badan Ketahanan Pangan, Kementan mencatat sumber daya pangan Indonesia, ada 100 jenis sumber karbohidrat, 100 jenis kacang-kacangan, 250 jenis sayuran, 450 jenis buah-buahan. Kalau jenisnya yang ratusan ini ada, semestinya tidak ada lagi bahaya kelaparan dan kebutuhan impor. Karena yang diperlukan penguatan sistem pangannya, mulai dari proses produksi di tanah sendiri, distribusi ke pasar-pasar lokal, dan membangun kebiasaan konsumsi di tengah masyarakat yang tepat.
 

PANGAN BIJAK SEBAGAI SOLUSI

Makanan yang baik bukan hanya enak, melainkan juga mesti menyehatkan. Secara umum negeri kita sangat kaya bahan pangan. Penduduk Indonesia memiliki tradisi pola produksi dan konsumsi pangan yang beranekaragam, sesuai kekayaan sumber daya daerahnya. Kemandirian, kedaulatan, dan ketahanan pangan mestinya menjadi kunci keanekaragaman dan kearifan pangan.

Nilai-Nilai dalam Pangan Bijak :

Pangan Bijak mesti memiliki nilai :

✔️ Lestari
  • Diambil dari varietas lokal
  • Alami, dan organik
  • Ramah lingkungan.
  • Berkelanjutan : memperhatikan keanekaragaman hayati, ketahanan ekosistem dan kesejahteraan produsen, serta menghormati hak asasi manusia.
✔️ Adil
  • Seimbang untuk lingkungan
  • Dapat diakses konsumen.
  • Produsen dapat sejahtera
  • Harga pasar yang adil bagi konsumen dan produsen
✔️ Lokal
  • Bukan impor
  • Diproduksi di daerah sekitarnya
  • Mencantumkan identitas daerah, termasuk identitas komunitas (hutan, laut, budaya, pegunungan, formal/informal)
  • Bagian dari budaya dan kearifan masyarakat lokal
✔️ Sehat
  • Dari pangan alami, tidak mengandung pengawet buatan
  • Bersih dan bernutrisi.
Produk Pangan Bijak.

Dari pangan bijak ini nantinya akan menghasilkan ‘produk pangan bijak’, yakni produk tidak mengalami perubahan secara kimiawi, kaya gizi dan protein, produk bernilai budaya. diolah secara sehat, berkelanjutan. Conton produk pangan bijak : Gula Aren, VCO (dr kelapa), aren, garam grosok, camilan sagu, beras merah, ikan), dan masih banyak lagi.
sumber pangan sangat banyak, mengapa yang itu-itu saja ?

WALLACEA :
KEANEKARAGAMANNYA PATUT DILESTARIKAN


"Istri boleh makan suami?"
"Kalau suami, berarti suami makan suami, dong."

Saya dan (sepertinya) banyak yang mengikuti webinar ini baru tahu ada kudapan khas Maluku bernama 'suami'. Kudapan yang terbuat dari ubi (ada yang bilang ubi kayu) ini diparut dan dikukus lalu dibentuk kerucut. Saya sendiri belum tahu rasanya makan suami. Anda yang baru mendengar, mungkin juga tersenyum seperti saya. Namun, setelahnya saya merenung. Ternyata masih banyak nama kuliner lain di nusantara yang tidak saya ketahui. Betapa minimnya informasi yang saya miliki. Kalau tidak punya kawan-kawan suku Bugis di Kalimantan, saya mungkin tidak tahu barobbo, kapurung, pallumara. Saya yakin khasanah perkulineran saya akan terbatas pada yang 'itu-itu saja', sementara nusantara begitu luas dan kaya.

Bahkan ketika bicara tentang kawasan Wallacea, simpul pengetahuan saya masih teramat longgar. Selain karena belum pernah menjejak di satu titik daerah tersebut, informasi yang mampir ke diri ini pun teramat minim.

World Food Travel Day bertajuk Jelajah Alam dan Kuliner Wallacea ini menjadi momen baik untuk mengulang dan melanjutkan pengenalan Wallacea. Untuk menyuarakan betapa kayanya Indonesia dengan keragaman alam, budaya dan pangannya. Suara-suara itu mesti berulang, agar tetap tumbuh generasi yang berkemauan menjaga dan melestarikan kekayaan kawasan Wallacea, laboratorium hidup dan penggalan surga di Indonesia.

***




5 Komentar

Terimakasih telah membaca, silakan berkomentar yang baik. Mohon tidak menaruh link hidup, situs yang mengandung SARA, judi online, web scam dan phising, karena akan dihapus.

  1. Seneng ya Mbak Lidha mengikuti webinar ini. Kita jadi dapat pengetahuan baru yang begitu bernilai. Terutama untuk kekayaan alam, hayati dan kuliner dari kawasan Wallacea.

    BalasHapus
  2. Aku sempet lupa yg dimaksud zona Wallacea ini, untung akhirnya JD inget lagi :D. Yg pernah aku dtgin cm Sulawesi itupun baru Makasar thok mba :D. Suami yg udh kliling2 Indonesia Krn tuntutan kerjaan.

    Dan bener sih, aku sendiri banyak buta ttg kuliner2 khas di daerah itu. Kdg tau nya itu2 aja. Padahal ada makanan daerah lain yg mungkin ga prnh sampe dijual di mana2, hanya ada di sana. Itu juga yg bikin aku ga prnh bosen traveling. Dan psti masukin kuliner dlm itin. Mendingan itu, drpd shopping :p

    BalasHapus
  3. wah kearifan lokal, kulinernya dan faunanya begitu menakjubkan

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo edukasi. Komens saya hapus karena Anda sudah menaruh link hidup di sini.
      Mohon dibaca aturan berkomentar ya :)

      Hapus
Lebih baru Lebih lama