Drama Tetangga dan Televisi |
“Tante, tante. Besok kiamat! Yang lain diliburkan
lho. Nanti kita mau nonton.”
Hah,
apaan saya pikir. Nonton kiamat? libur?
Gadis
kecil anak tetangga di blok yang sama yang memang biasa bercakap-cakap dan main
ke rumah tiba-tiba datang dengan hebohnya menyampaikan besok mau kiamat dan
teman-temannya yang sekolah akan diliburkan. Dia sendiri belum sekolah.
“Oh,
bukan kiamat. Besok itu gerhana matahari. Mataharinya tidak terlihat.”
Kejadian
ini berlangsung pada bulan Maret lalu, di berita terbaru online Sindonews sudah disebutkan gerhana matahari total akan dapat
terlihat di beberapa kota di Indonesia. Salah satunya Balikpapan.
Saya
sudah tersenyum melihat ekspresi gadis kecil itu yang serius dan tidak mau
mengalah. Dia berusaha keras meyakinkan dari wajahnya bahwa besok kiamat adalah
fakta. Sama faktanya seperti api itu panas, air itu basah dan doraemon suka
dorayaki. Tidak bisa diganggu gugat.
“Ih
tante ini nggak percaya, besok itu kiamat! Coba ya nanti kita lihat ya besok.
Tante di rumah aja kan?”
Saya
pengen banget jawab, rumah saya nggak mungkin masih ada jika kiamat terjadi.
Tapi, saya jawab apa adanya, “Besok, Tante mau shalat gerhana. Tante nggak
lihat gerhana mataharinya disini.”
“Lho,
C’Mumut juga? Jangan Tante, besok itu kiamat Tante.” (sambil menekankan kata
‘Tante-nya’ dan memegang lengan saya agar saya percaya)
“Bukan,
besok itu gerhana matahari. Emang siapa yang bilang besok kiamat?”
“Semuanya …
di tipi kan ada beritanya,” mukanya tambah serius.
“Ah,
masa sih,” kata saya lagi.
“Iyyaaa.
Ih, tante ini nggak percaya lho.”
Saya
manyum dan mau ketawa.
“Ah.
Tante sih nggak punya tipi!”
Katanya
gregetan dan langsung meninggalkan saya.
Duh,
nyeseknya. Hihihihi.
Iya,
selama menikah kami memang tidak punya televisi. Jujur saja, saya dan pasangan
bukannya enggan beli televisi. Saya pikir kalau salurannya itu-itu saja, saya
harus melihat burung elang ngantar si anu ke kantor, rasanya kok lebih baik
ditunda punya burung elangnya. Eh, salah. Maksud saya mending ditunda dulu beli
TV. Lucunya, seiring maraknya TV kabel dan banyak saluran yang menarik, lha
kaminya malah sudah keasyikan tanpa TV.
Saya
tahu,ada pasangan yang seperti kami. Tapi, hampir tidak pernah saya temukan
teman-teman dekat, keluarga atau tetangga yang tidak punya TV. Ada sih, tapi
biasanya TV-nya memang rusak dan belum bisa beli baru.
Anak
tetangga lain yang suka main bareng C’Mumut, sering ‘mencari-cari’ TV kami bila
ke rumah. Diantara sekian banyak barang di rumah kecil ini, dia (dan anak-anak
lainnya) sering celingak-celinguk dan heran, “Tante, TV nya di kamar ya?”
“Nggak,
tante nggak punya TV, emang mau nonton apa?”
“Nggak,
aku nggak mau nonton. Emang Tante kenapa nggak punya TV. Tante nggak bisa beli TV?”
Hehehe,
iya.. iya nggak bisa.
Padahal
anak-anak tetangga saya ini lebih banyak mainnya lho daripada diam di depan TV.
Dan bukan sekali saya mendapati pertanyaan serupa dari anak-anak lain di masa
lalu.
Bahkan
baru-baru ini ada kasus yang bikin saya cemas dan segan tinggal di rumah. Masih
seputar tetangga.
Tetangga
saya, baru mengontrak di dekat rumah, seorang lelaki dan seorang putranya.
Dari
awal kepindahannya hampir setiap hari ada barang masuk rumah. Ada-ada saja
orang-orang yang mengantarnya. Awalnya saya tidak menggubris, saya pikir itu
semua barangnya dari rumah yang lama. Sampai suatu hari suami bilang,” kerja apa kok tiap hari beli barang terus”
sambil mengintip dari jendela. Di situ saya baru tahu. Kalau sesama lelaki itu
bisa saling memperhatikan gitu. LOL
Jadilah,
saya mulai penasaran dan baru saya sadar si anak tidak sekolah. Hanya ikut
ayahnya kemana pun pergi.
Kejadiannya
berlangsung cepat, belum ada hitungan bulan, rumah saya sering kedatangan
orang. “mbak, tetangga yang itu kemana? Saya mau nagih nih.” Lho!
Satu orang, dua, tiga, bapak-bapak, ibu-ibu,
dengan jenis tagihan yang berbeda-beda. Ada yang memelas, ada yang berteriak.
Ada pula dua lelaki kekar besar, suaranya serak-serak berat dan lumayan bikin
mencekam bila menatap. Sambil berkacamata hitam, keduanya celingak-celinguk ke
dalam rumah.
“Bu!
Mana orang yang tinggal disitu?” (ampun om, saya nggak sembunyikan)
“Ibu
tahu kemana dia pergi?!” (anu om, dia nggak pamit sama saya)
“Ya
sudah, kalau gitu kita angkut aja.” (jangan om, jangan angkut saya. Kita bukan
mahrom). Kemudian mereka bersiap mengangkat
TV. Dan keesokannya TV baru
datang lagi. Lebih cepat masuknya, daripada barang-barang lainnya yang keluar.
Lupakan
bagaimana kelanjutan tetangga saya ini. Saya tergerak ingin membahas TV saja:
apa iya TV sudah kebutuhan primer, kok sampai segitunya. Sampai-sampai …. ?
Sampai-sampai
saya sering dianggap semacam aliran apalah gitu, karena tidak punya TV. Padahal
saya ini cuma aliran kere, yang kalau ke mall senang juga dengan kecanggihan TV
masa kini. Pengen juga punya TV layar datar yang ukurannya separuh layar
tancap. Lalu saya pulang dengan perasaan datar, wajah datar, dan kantong yang
maha datar.
Keluarga
saya juga sering bertanya, “kenapa sih nggak beli TV aja?”
“Emang
kenapa?” daripada saya menjawab, mending saya bertanya balik.
“Ya
enak kan, kalau suami nggak ada. Jadi ada yang nemenin.”
Ini
dia. Bagaimana pulak TV menemani saya. Kemudian saya membayangkan kami berdua
pergi ke mall bergandengan tangan, cekakak-cekikik dan memilih gayung ember
bersama.
“Nanti
gimana kalau mau tahu berita?”
Nah
ini nih. Ini nih yang menurut saya unik. Pertanyaan yang paling sering saya
terima. Saya mau bicara apa coba? justru di era digital ini banyak banget
berita yang bisa saya terima. Saya tetap saja tidak buta-buta amat soal
informasi. Saya bisa menikmati berita terbaru online Sindonews yang
informasinya terpercaya setiap hari. Pagi-pagi sambil memasak, saya bisa
melirik berita portal ini. Saya tetap tahu Donald Trump memenangkan pemilihan,
saya bisa tahu berita daerah, nasional sampai artis-artis, berita gerhana pun
saya bisa tahu.
Saya
juga tetap bisa produktif. Sampai kulit bawang pun saya bikin hiasan. Bukan pula saya anti TV, mungkin suatu hari saya
punya. Hanya saja sekarang tak mengapa bila tidak ada TV. Hidup tanpa TV bukan
berarti kiamat.
Kalian, ada yang nggak punya TV di rumah?
Salam,
Tags
ChitChat
Akuuu...2 tahun pertama menikah nggak punya TV. Terus qodarullah ada tetangga pindah ke kampung dan menghibahkan TVnya buat kami. Lebih tepatnya TV jadi-jadian sih, yaitu CPU komputer yang disulap jadi TV. Sayangnya TV jadi-jadian itu kemudian rusak.
BalasHapusTadinya sih nggak niat beli, akhirnya terpaksa beli pas orang tua dateng dan merasa kesepian tiap ditinggal kerja.
Pas pindah Palopo TVnya dibawa dong, ahahahaha. Sekarang kami pake layanan indohome yang bonus Usee TV. Mayan Mba, buat nonton-nonton pelem. Bioskop ala-ala bareng suami xD.
Btw ceritanya lucu amat deh, aku ngakak pagi-pagi.
pernah punya tv jadi2an juga, hehe.
HapusAlhamdulillah biar nggak ada TV, masih kuat baca
Hehe, senang bisa menghibur pagimu
Punya TV! hahahahah tapi alhamdulillah ngga didatengin penagih trus diambil lagi XD hihihihi
BalasHapussetiap orang pasti punya kebutuhan masing2, punya tv & ngga punya tv mah relatip kayak selotip jd dikembalikan pada keluarganya masing2. Dirumah aku ngga ada laptop, komputer, wifi apapun & hp disimpen jauh2 kl dirumah hahaha *iye beneran* jadi tv satu2nya hiburan kalau cape dan raya udah bobo, plus jd bahan belajar juga buat raya kalau nonton2 tv kabel khusus anak :D *eh kok panjan* :D
HAha jangan samppe mba SAndra dikau didatangin. Iya sesuai kebutuhan aja, saya juga kalau ada TV sekalian bisa buat media belajar si kecil, bukan sekedar buatnemenin dia
HapusAku punya tv tp aku sendiri jarang nonton paling senang y buku klo dirumah, nonton y krn anakku tipe visual-auditori belajarnya jd berhubung pke indihome ada layanan youtube maka aku gunain fasilitas youtube y buat sarana belajar anakku sambil main sambil dengerin klo belajar sama emaknya suka darting jd susah masuk wkwkwk...
BalasHapusTeh bagi bukunyaaaa, hahaha.
Hapus*malah minta buku*
Keren Mbak Lidha ini. Tahan gak ada tv. Dan salut sekali, di saat saya sedang asyik nonton tv, pastinya Mbak sedang mengerjakan hal lain, yg jauh lebih bermanfaat
BalasHapusOalaaaa
HapusSaya jadi nggak enak mau jawab komen ini, hihihihi
*bermanfaat? padahal kan......
Dua adik saya nggak punya tivi. Yang satu tinggal masih di provinsi yang sama tapi beda kota. Yang satu tinggal di Bontang. Dan mereka fini2 saja, ada yang sudah sekira 5 tahun lebih nggak nonton tivi. Ada juga sih yang nganggap aneh, macam aliran dari mana nih ajaran gak boleh nonton tivi, mana kebetulan adik perempuan saya bercadar dan adik ipar saya pun bercadar hihihi ada2 saja. Kan hak siapa pun memilih hidup dengan tivi atau nggak. Hak siapa pun juga kalo mau jalan2 ke mall ditemani tivi hihihi (ikut membayangkan Mbak Lidha cekikikan dengan tipi).
BalasHapusTypo: fini, maksudnya "fine" :D
HapusAlhamdulillah, saya nggak merasa buta2 gitu tentang informasi.
HapusTapi, saya nggak nolak lho kalau ada yang mau ngasih TV
saya punya tv Mba tapi jarang nonton. Mamaku tuh yang hidupnya ketergantungan banget sama TV, hilang satu channel saja bisa bikin anak-anaknya stres karena ditanyain trus, hehe :)
BalasHapusHihihi
Hapusjadi ingat nenek saya. Tak apalah, semoga kita masih bisa terus membahagiakan mereka :)
tv di rumahku mulai nganggur nih. udah dua tahun lebih nemerapkan no tv abis magrib. akhirnya kebiasaan no tv seharian. paling suami nonton bola n dd nonton kartun pas pagi. udah gitu aja :D
BalasHapusSesuai manfaat itu dong namanya ya :)
Hapus......dan emaknya sibuk di dapur :)
Punya tv tapi aku jarang nonton tv... Anak2 aja yg nonton sama suami. Paling hari libur sesekali mba.. Dulu jaman blum kenal internet mah, nonton tv masih sering hehee
BalasHapusSekarang ada internet, keduluan sama internet ya
HapusAku 10 tahun nikah nggak punya tv mbak... Sekarang punya karena dapat 'akses' antena dari tetangga :D Baik ya tetanggaku ^^ meski semua chanel buram bintik-bintik gitu.. :D
BalasHapusHmm.. bocoran gitu maksudnya mbak :)
HapusJadi keingetan jaman SMP sampe SMA selama 4 tahunan lebih gak punya tv. Dan kebiasaan sampe sekarang even udah punya tv juga, ga begitu seneng nonton tv, kecuali tayangan film boxoffice. Itu juga seringnya streaming :D
BalasHapusMasih ada kegiatan nontonnya :p
Fine ajalah kalau masih suka nonton
Hapussaya juga masih suka kok
Aku punya televisi tapi membatasi nonton tv mba
BalasHapusMbaknya sibuuuk :)
HapusPindahan rumah ini, baru hampir sebulan ini ngga ada tv di rumah. Enaknya, segala aktifitas jd ngga tersentral di area ruang tengah karena nonton tv.
BalasHapusWuah mbak Ria pindahan?
HapusNgak papa mbk, Tv juga kadang bikin kita lupa kerjaan kecil yang manfaat.
BalasHapusKecil yang bermanfaat, hmm.
HapusSaya suka ini. Tiba-tiba jadi pengen merhatiin apa aja yg kecil tp bermanfaat dan terlewatkan
Haha saya pun hampir nggak pernah nonton tipi. Nontonnya hp dan notebook 😀
BalasHapusHihihi,
Hapusitu
itulah maksud saya
Wakakkak kok aku baca percakapan si anak ama dikau bikin ngakak ya, aku bayanginnya anak itu mirip tokoh mei di film kartun totoro,polos banget hahhaha
BalasHapusOwalah sindonews skrang ada portal onlinenya juga tah, takpikir koran duank
Anak2 emang suka gitu deh. Polos dengan tampangnya yang agak maksa
HapusNggak punya TV bukan berarti buta informasi ya mbak,betul kan? Aku juga nggak punya TV, yang penting ada net buat korek informasi. Betul tidak mbak? Pake hape atau lappy tetep bisa dapat berita.
BalasHapusBETULLLL
HapusBaca Sindonews aja, tetep dapat informasi
TV kami nyala untuk ditonton warta beritanya. Mayoritas itu sih. Sinetron engga, FTV engga. Kalo pas mau nonton film, kami beralih ke channel berbayar. Itu pun tertentu saja, jadi sebenernya rada mubazir juga lantaran banyak channel yg dianggurin
BalasHapusPilihan aja sih, yang penting bermanfaat.
HapusKalau saya punya TV kemungkinan juga melakukan hal yang sama
ahahhahah
BalasHapuskreditan tv xD
aku pake seh tv walau seringnya raffi yang nonton baby tv :v
ish, bukan kreditan lagi mbak :(
Hapusiya mba, saya kalau punya TV channelnya dikhususkan aja deh maunya
Kalo aku mba, tvnya youtube aja biar nggak rebutan sama anak hihi
BalasHapushehehe
Hapusgimana itu ya ngaturnya kok bisa nggak rebutan :)
memang sekarang TV menjadi barang wajib di rumah
BalasHapusAku punya TV tp cuma buat pemanis ruangan sahaja wkwk.. Jarang nonton juga acara2 yg asik, tp saya suka nonton channel luar, lbh realistis liatnya
BalasHapusPunya tv mbak. Tp frekuensi nyalanya lbh jarang dari matinya. Nyampe rumah udah malam, udah malas nyalain. Itu jg tv jaman belasan tahun lalu. Masih model tabung yg gendut gitu. Gak pengen upgrade yg datar ��. Kalo di rumah sih tetep harus ada tv sama layanan tv kabel supaya siaran piala dunia dan liga-liga itu lancar. Kalo gak suami saya bisa minggat ��
BalasHapus