Merindukan Hujan. Melenyapkan Asap


hutan seberang mata tertutup asap
Kemarau sudah terlalu lama rasanya. Sementara kami yang diserang kabut asap rasanya tidak sanggup lagi menunggu. Sedang saya dan C’Mumut hanya berdua di rumah. Suami pergi ke luar kota. Satu hal yang menyenangkan C’Mumut sedang asyik-asyiknya berjalan mandiri. Sore hari saya mengajaknya latihan jalan di luar rumah. Dia senang sekali.
Tapi
itu hanya sekali.

Ketika asap semakin tebal, kami hanya di rumah. Tepatnya dalam kamar. Dia sedih, saya juga. Ketika malam menjelang, saya menjejali ventilasi dengan kain basah. Saya bisa saja menggunakan masker, tapi si kecil?

Kemudian, hujan pun turun. Masih di akhir Oktober. Syukur kami berlipat-lipat. Ya, kami tidak bisa menunggu hujan turun hingga November. Tapi, kami punya harapan besar dan doa agar hujan berkah meimpah di bulan November dan asap ini menghilanglah.

Bukan hanya itu, pembakaran hutan berhentilah. Manusia dan segala kesombongannya. Tidakkah cukup asap ini jadi pelajaran! (atau sepertinya memang tidak?)

sumber: portalbalikpapan.com
sumber : portalbalikpapan.co.id

Dulu sekali, saat hujan tiba. Suami saya berdiri menatapnya. Sambil mengucapkan kalimat yang selalu terngiang hingga kini, “dek, kalau saja hewan-hewan dan tanaman ini nggak ada, mungkin hujan ini nggak akan turun ya.”

Saya diam. Ruang di hati saya tertusuk mendengarnya. Jangan-jangan saya juga ikut zhalim pada bumi ini.
Sekarang November, doa hujan terkabul.

Tulisan singkat untuk #melawanasap

Posting Komentar

Terimakasih telah membaca, silakan berkomentar yang baik. Mohon tidak menaruh link hidup, situs yang mengandung SARA, judi online, web scam dan phising, karena akan dihapus.

Lebih baru Lebih lama